Balingka terdiri dari 3 jorong yaitu Koto Hilalang, Pahambatan dan Subarang Sianok. Pada tahun 1908 nama Balingka belum lagi dikenal sebagai nama nagari karena penghulu Kepala (Nagarihoof) masih dua orang, satu buat kotohilalang dan satu lagi buat Pahambatan dan Subarang Sianok.
Koto Hilalang diperintahi oleh E. Dt. Penghulu Kayo suku Koto, Pahambatan dan Subarang Sianok dikepalai oleh E. DT. Gampo Alam suku Sikumbang. Tetapi dalam tahun 1908 ini sesudah bertahun-tahun lamanya memerintah, kepala Nagari Kotohilalang E. Dt. Pangulu Kayo berpulang ke Rahmatullah. Buat sementara jabatan ini diwakili oleh Penghulu suku E. Dt. Saripado suku Caniago. Pada tahun 1909 barulah dapat angkatan baru dan pilihan jatuh kepada E. Dt. Pamuncak Marajo suku Koto. Jabatan ini tidak lama dipikulnya karena tahun 1910 beliau mangkat pula dan penghulu suku mewakilinya kembali.
Yang menjadi catatan 1908 itu ialah anak nagari telah mulai membayar belasting pada pemerintah. Disamping telah lama berdiri Volkschool untuk mencerdaskan anak nagari.
Pada zaman E. Dt. Pamuncak Marajo atas bantuan pemerintah dibuatlah satu badplaats di kotohilalang bernama Mato Aia Pensi.
Pada bulan November 1912. Barulah Penghulu Kepala Kotohilalang dipilih kembali. Pilihan jatuh kepada E. Dt. Maruhum Kayo suku Caniago. Dia bukan seorang intelek, hanya keluaran sekolah biasa, tapi Tuhan telah mengurniakan kepadanya semangat keperwiraan untuk menimbulkan masyarakat baru dilereng pergunungan itu.
Pada bulan Maret 1914, E. Dt. Gampo Alam penghulu Kepala Pahambatan dan Subarang berhenti dengan mendapat pensiun dan gantinya tidak dipilih lagi, Cuma ditanam saja E. Dt. Maruhum Kayo menjadi wakil penghulu Kepala Pahambatan dan Subarang itu sampai Juni 1915.
Karena perubahan baru, maka dalam Juni 1915 E. Dt. Maruhum Kayo berhenti dengan hormat dari menjabat Penghulu Kepala di Kotohilalang dan dari mewakili Penghulu Kepala di Pahambatan dan Subarang.
Dan pada tahun 1916, terjadilah satu Kerapatan dikantor Agam ( Fort De Kock) yang dihadiri oleh penghulu-penghulu Kotohilalang. Pahambatan dan Subarang Sianok. Dalam kerapatan itu diputuskanlah bahwa karena ketiga nagari itu mempunyai asal yang satu dan adat yang satu, maka Kerapatan setuju melebur negeri itu menjadi satu. Dan sebagai Kepala negerinya ditetapkan E. Dt. Maruhum Kayo dengan gaji 150 sebulan yang diambil dari kas negeri Balingka.
Diwaktu persetujuan telah tercipta, penghulu-penghulu berselisih paham mencari nama yang akan dipakai menjadi nama persatuan.
Dalam pertikaian paham ini, timbullah pikiran oleh beberapa orang ninik mamak untuk mencari perdamaian dengan memajukan nama BALINGKA nama satu tempat yang terletak disebelah Timur negeri itu
Perselisihan yang ditakuti itu menjadi tenang dan diam. Semua anak nagari telah bersuka ria dengan menamai negerinya BALINGKA.
Sebagai simbol persatuan maka ditengah –tengah negeri itu diantara Sungai Ngalau dan Sungai Mata Air Pensi didirikanlah kantor Ninik Mamak, cerdik pandai bermusyawarah, bertimbang pikiran memperhitungkan negerinya.
Selanjutnya tahun 1927 sebagai wadah Alim Ulama didirikanlah Onderwijs Raad/Raad Agama yang sekarang disebut dengan MUNA atas saran E. H. Hasan Jamil. RAAD agama itu dari tahun 1927 – 1931 dipimpin oleh E. H. Jalaluddin Thaib Dt. Pangulu Basa. Kemudian digantikan oleh E. Yasin Kari Mangkuto.
Dan juga atas usul E. H. Hasan Jamil pada 13 September 1931 berdirilah Persatuan Ninik Mamak se-Balingka, yang disebut dengan Sidang Pertemuan Balingka (SPB) yang sekarang disebut dengan KAN. Tujuannya untuk meningkatkan peran Niniak Mamak dan mendalami Adat Istiadat Alam Minangkabau. Sebelumnya yang ada baru 2 x Kerapatan IV Suku yaitu kerapatan IV Suku Sungai Limau (Kotohilalang) dan Kerapatan IV Suku Sungai Ngalau (Pahambatan Subarang).